Sudahkah Anda Tersenyum hari ini...????

Senin, 01 Juni 2015

Why we should know Technology ?

In these era, technology is very important for us. All of we did can't separated from technology. Information to be something that is needed by everyone, all circles both government and private agencies and even all countries. Developed countries such as Japan, America and other developed countries can never be separated from the control of Information and Communication Technology (ICT). One measure of whether a country is developed mastery of ICT.

In educational world, technology used to learning process in the class. This is because the technology can provide convenience in presenting the material to be taught. In addition, technology very important to all aspect, both in education, health, business, economy and other.

Selasa, 07 September 2010

^_6

Di bahuku ia menangis tersedu. Dalam isak tangisnya aku ingin mengucapkan sesuatu. Tapi Arrhhhhhh..... aku tak mau kalau dia marah setelah mendengarnya. Aku diam. Ia masih menangis di bahuku. Aku tak berani untuk mengusap bahunya agar ia lebih tenang. Hmm.... aku tak bisa. Karena dia bukan siapa2 aku. Ia sahabatku.... yah.... sahabat baikku. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu,...."ucapnya terbata dalam isakan tangisnya. Aku membiarkan dia tetap berada di bahuku. "Apa....."jawabku pelan. "Aku harap kamu tidak marah dan mau jujur kepadaku" tanyanya kembali. Aku melepaskan ia dari bahuku. "Aku tak akan marah dan aku pasti jujur.." jawabku tenang disertai senyuman manis. Ia menghirup nafas. Hyuffs.... "Apakah aku sahabatmu...."tanya ia sambil mengusap air matanya yang menggenang di pipi. Aku memngangguk "Yah... tentu sajah...". Jawabku singkat. "Apakah mungkin kalau aku suka sama kamu...???" tanyanya pelan. Aku diam. "Maksud kamu..?" tanyaku kurang mengerti. Ia memainkan pasir menggunakan ranting pohon yang kecil. Ia menulis namaku di pasir itu. Ia melingkari namaku. Aku hanya melihat ia menulis di pasir itu. Kemudian ia menuliskan namanya di bawah namaku itu. Aku tersenyum. Dan ia melihatku, menatap mataku lekat. Aku menunduk. Aku tak kuasa berhadapan mata dengan dia. "Sekarang lihatlah apa yang aku tulis untuk kita berdua...???" ucapnya sambil tersenyum. Aku tersentak kaget. "Kamu......" tuturku padanya heran. "Kenapa..... aku salah menulis ini?" tanyanya merasa bersalah. Aku menggeleng. "Kamu ga salah.... kenapa kamu menulis itu" tanyaku penasaran. Ia diam sejenak. Kemudian menatapku. "Karena kita adalah sahabat......" jawabnya singkat padat. Aku mengeja tulisan yang ia tulis di pasir itu. . apakah mataku ini yang sudah rabun? gumamku dalam hati. Kamu serius....?" tanyaku khawatir. Ia diam dan mengangguk. "Kenapa...." tanyaku kembali. Ia menatapku lekat... dan kemudian tertawa. Aku heran melihat ia tertawa. "ko kamu ketawa?" tanyaku heran. Ia berhenti tertawa. "Hm....... sebenarnya...???" ia menatap lautan lepas. Matanya yang bening sesekali memberi keteduhan pada hati ini. "Aku tak ingin jadi sahabat kamu...." ia menatapku. Ia melihat ku penuh kelembutan. "Aku....." kataku terputus. Ia melekatkan jarinya pada bibirku. "Jangan katakan apapun....." jarinya masih menempel dibibirku. Aku menatapnya. Melihat ke dalam bola matanya. Ia pun sama."Lalu apa mau kamu...." ucapku melepaskan jarinya. "Aku tak ingin jadi sahabat, karena sahabat hanya membuat aku sakit, karena sahabat hanya membuat aku menangis, karena sahabat aku tak bisa memiliki kamu seutuhnya. Karena aku ingin aku menjadi pendamping hidupmu, kekasih yang selalu ada di dekat kamu..."jelasnya sambil menitikan air mata. Aku menatapnya, melihat kedalaman hatinya. Aku begitu tak mempercayainya. Perasaanku campur aduk. Ternyata selama ini aku mempunyai perasaan yang sama dengannya. Aku mengusap air matanya. "Kamu ingin menjadi kekasihku...?" tanyaku penuh kelembutan. Ia mengangguk. Angin berhembus memberikan kesegaran pada kami berdua. "kenapa kamu ga bilang dari dulu..." tanyaku padanya. Suara deruan ombak seperti alunan simponi indah. "Aku takut kalau aku merusak persahabatan kita...." jawabnya padaku, Aku tersenyum. "Aku pikir juga seperti itu,,,,,,, ucapku sambill tersenyum padanya...." . Angin pantai berhembus syahdu. Menemani cerita aku bersama dengannya.

Hmm.....

Aku menggamit tangannya, dan melekatkan pada dadaku. "Tolong rasakan detakan jantungku.... biarkan detakan ini kamu rasakan juga"Ucapku padanya. Ia menatapku segan. "Jangan paksa aku, please?" jawabnya dengan nada memohon. Aku diam. Tak ada yang bisa kuucap saat itu. Gemuruh suara orang membuatku tak bisa menguasai keadaan. "Aku harus pergi sekarang....?"ucapnya membiaskan perasaan. Kali ini dengan nada sedikit memaksa. "Hyuufffss.........." aku menghirup nafas panjang, mencoba merasakan oksigen yang masuk ke dalam rongga-rongga jantungku. "Apa keputusanmu sudah bulat Cin..... untuk meningalkan aku. Meninggalkan semua kenangan tentang kita disini. Aku mohon sama kamu, tetaplah disini, bersama aku dan orang-orang yang menyayangi kamu?" pintaku memelas. Aku menatapnya lekat. Menatap ke dalam hatinya yang paling dalam. Ia menunduk. "Cin, jangan siksa diri kamu dengan keadaan seperti ini, kita perbaiki semua kesalahan yang ada dalam hubunga kita." Jelasku meyakinkan. "Aku mohon sama kamu...... " pintaku sambil berlutut. Ia masih diam. Dalam matanya menggenang air yang sangat bening. "Lepasin aku Ardan.....aku harus pergi sekarang......?" ia memintaku melepaskan tangannya. "Aku ga mau melepaskan tangan kamu, sebelum kamu berjanji sama aku...?"jawabku padanya. "Sudahlah, pesawat ku sudah mau berangkat, nanti aku telambat.....?"Ia mencoba melepaskan genggaman tanganku. "Cinta aku mohon sama kamu jangan bohongi perasaan kamu dengan cara seperti ini.... aku cinta kamu, cara apa yang bisa membuat kamu percaya sama kamu, bahwa aku benar-benar cinta kamu kamu....?"desakku padanya. "Mungkin ini bukan keputusan yang terbaik untuk kita, tapi aku harus pergi Ardan... Aku ga mau mengecewakan keluarga aku. Keluarga yang sudah membesarkan aku.... aku harus mewujudkan harapan keluarga aku." Jelasnya sambil melepaskan tangnku pelan. Aku diam. Kata-kata itu membuat aku tak bisa berkata apa-apa. "Tapi,,,, kenapa harus ke luar negri Cin, aku tahu tempat kuliah terbaik di Indonesia, kalau kamu mau aku bisa antar kamu...."Jelasku meyakinkan dan bersemangat. Ia diam dan tersenyum. "Ardan, cukup.... aku ga mau membuat kamu sedih seperti ini. Tolong jangan siksa perasaan kamu dengan kesedihan mu itu? Karena aku tak sanggup melihat kamu menangis." Ucapnya melemaskan tulang-tulangku. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita Cin..." jawabku penuh harap. "Dengar, semuanya akan baik-baik saja..... aku yakin kamu disini pasti mendapatkn yang lebih baik dari aku, lebih menghargai perasaan kamu, lebih peduli sama kau, dan lebih mengerti keadaan kamu. Aku yakin kamu pasti bisa menjalani hari-hari tanpa aku. Sekarang pejamkan mata kamu, dan lupakan aku,,,,,, ?" jawabnya menghancurkan perasaanklu. "Baiklah kalau itu mau kamu, tapi ada satu hal yang harus kamu tahu, aku tak kan berpaling dengan siapapun selain kamu, aku akan menunggumu di sini. Di tempat dulu kita bertemu. " Ia tersenyum miris. Bulir air mata menetes jatuh ke tanganku. Begitu bening seperti hatinya. "Air mata ini adalah bukti bahwa kita saling mencintai.......?" ucapku sambil mengusapnya pelan. "Bolehkah aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya...?" pintaku padanya. Ia mengangguk dan menangis. Aku memeluknya erat. Mendekapnya penuh kehangatan. Dalam bahuku ia menangis tersedu. Mencurahkan kesedihan yang ada dalam hatinya. "Menangislah dipundakku cinta.....aku ingin di pertemuan kita yang terakhr ini, aku bisa memberikanmu kedamaian. " Air matanya membasahi kaosku. Ia semakin tak bisa menahan isak tangisnya, aku mengusap pundaknya agar ia tenang. "Baik Ardan, sekarang aku harus pergi, pesawat ku sudah menunggu..." ia melepaskan dekapanku. Dan aku membiarkannya. Aku mengangguk. "Pergilah..... aku mendoakan mu yang terbaik?" jawabku tersenyum sedih. "Maafkan aku,,,,,,,,,,,?" tuturnya terbata. "Aku cinta kamu Ardan, aku sangat menyayangi kamu, aku akan kembali untukmu...?" ucapnya sambil memelukku kembali. Aku diam. "Sudahlah... sekarang aku sudah tak sedih lagi, karena aku yakin, kamu bisa menjaga hati dan perasaan kamu untuk aku.?" Jawabku di tengah dekapanku.

Ia pun pergi,,,,,, dalam kehampaan hatiku, Hatiku terkoyak...... tak ada rasa untuk ini..... "Cinta jangan Kau pergi....?" ucapku lirih.

Adik, senyummu begitu manis.

Nafas itu terkadang tersengal, kembang kempis seperti nafasnya orang yang sudah ujur. Dalam balutan baju piyama yang ku belikan, ia tertidur pulas menapaki setiap mimpi-mimpi yang terangkai. Aku tak tega melihat kondisinya itu, kekurangan menjadikan ia tak bisa bermain seperti anak yang lain. Setiap kali ia mencoba bermain dengan anak-anak yang lain, ia selalu merasa lelah, dan kulitnya nampak biru. Nafasnya tak beraturan. Dan terkadang pingsan. Yah begitulah kondisinya sangat lemah sekali. Penyakit yang ia derita membatasi aktivitasnya. Dan, ia pun sering sakit-sakitan, dan harus rajin chek-up ke dokter spesialis jantung. Hmmm......... nasibnya tak seberuntung teman-temannya.

-------------------

Dua tahun berlalu,usianya kini genap 10 tahun. Dan ia sudah sekolah di bangku SD kelas 4. Ia begitu bersemangat sekolah. Pagi sekali ia sudah bangun. Aku senang melihat itu semua, tanpa harus aku bangunkan ia sudah tahu bahwa hari itu adalah jadwal ia sekolah. Jarak antara sekolah dan rumah tak begitu jauh. Namun aku khawatir, apabila ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, kondisinya semakin parah. Akhirnya setiap pagi ia selalu diantar Bapak menggunakan angkotnya. Ia begitu senang sekali. setiap pagi, ia selalu mengajak teman-temannya untuk ikut bersamanya. Dan bapakpun tak keberatan dengan hal itu.

Di sekolah ia terbilang anak yang pintar, hal itu bisa dilihat dari nilai-nilainya sehari-hari. dan otaknya pun mudah sekali menangkap materi yang disampaikan di kelas. Namun, dari pelajaran Olah raga ia tak bisa mengikutinya secara keseluruhan, mengingat kondisi fisik dan keadaannya.

-------------------

Tak banyak yang aku lalkukan, ia kini terbaring sakit. Badannya panas. Dan ia tak mau makan. Badannya semakin kurus. Aku tak tega melihatnya terbaring lemah. Ia pun tak banyak berkata apa-apa. Hanya diam merasakan penyakit itu menggerogoti badannya. Mukanya pucat, dan kulit-kulitnya kering. Dadaku berteriak geram...... mencoba meluapkan kekesalan yang sudah lama ku pendam. Ia masih diam, dalam sakitnya ia tak pernah mengeluh. Aku sangat tak tega melihatnya. Suaranya pun kini tak seperti dulu lagi, Kini terbata dan kadang tak jelas. Air mata ini tak kuasa ditahan lagi, idan menetes jatuh di depannya. Ia tersenyum, dalam senyumnya ada rasa getir pahit yang kurasakan. "Ya Allah.... begitu sabar anak ini, berilah kesembuhan pada dirinya Ya Allah.........?" doaku dalam hati. Dengan tangan halusnya ia mengusap air mataku. Aku semakin sedih. Hatiku seperti hancur saat itu.

-------------------

Sudah sebulan ia sakit, namun belum ada perkembangan dari sakitnya. aku hanya pasrah dengan keadaan ini. Setiap ku ajak ke Rumah sakit ia selalu menolak. Alasannya sederhana dan sangat menyayat hati. "Ga usah A, Neng ga bakal sakit lagi ko, nanti juga sembuh. Coba aa liat tangan neng, kecil kan, kalau neng di infus masukin jarumnya dimana?" jawabnya ketika saat itu. Aku menunduk, Kali ini bukan mataku saja yang mengeluarkan air mata, tapi hati ini juga menangis, merasakan rasa sakit yang ia derita. Nafasku terasa sesak. Aku tak kuasa berbuat apa-apa lagi. Suatu pagi kulihat badannya menggigil. Suhu badannya naik. Dan aku putuskan besoknya ku bawa ke Rumah Sakit, meski ia menolaknya. Badannya sekarang semakin kurus. Dan lagi-lagi aku tak tega melihatnya. Ku panggil kakaku, untuk menemaninya, jujur aku tak bisa menahan sakit dalam dada ini. Kini ia sedang makan bersama kakaku. Namun hanya 3 suap saja makanan itu masuk ke dalam perutnya. Aku sedih melihatnya.

------------------

Pagi berlalu, kini sang malam kian merambah. Adikku masih terbaring lemah. Keringat dingin keluar dari pori-pori badannya. Aku sedikit lega, karena baru kali ini ia mengeluarkan keringat. Aku pikir sebentar lagi ia sembuh. Alhamdulillah Ya Allah....... Akhirnya sembuh juga. Adikku yang ditemani ibuku kini sedang mengobrol. Adikku kini sedikit terhibur oleh canda ibu dan nenekku. Kini senyumnya nampak mengambang di bibir mungilnya. saat itu aku senang sekali, belum pernah aku melihat senyum yang semanis itu.

Malam semakin larut, inilah saat yang sangat membuat aku lemah tak berdaya. Dini hari pukul 3 pagi, adikku terbangun dari tidurnya, ia bermimpi buruk dan menceritakan mimpinya itu kepada ibuku. "Ibu, bolehkan neng memeluk ibu?" pinta adik pada ibu yang sedang manatapnya. Ibu tersenyum. "Boleh sekali neng, sini ibu peluk?" jawab ibu lembut. "Tapi badan neng bau bu, ibu ga apa-apa?" tanyanya kembali. Ibu tersenyum kembali, "Eneng anak ibu, mau bau apa enggak ibu ga peduli?" jawab ibu pada adik. Kemudian adikku memeluk ibu. Dan ibu pun mendekapnya penuh kasih sayang. Dalam pelukan ibu, adik merasakan kehangatan. Selang beberapa menit adiikku melepaskan pelukannya. "Ibu kenapa kaki neng rasanya sakit sekali yah Bu.....?" tanya adik merasakan kesakitan. Ibu hanya menatap adik sedih. Air mata ibu jatuh membasahi kening adikku. "Ibu tolong bantu eneng bu, kaki eneng sakit sekai?" pintanya kembali pada ibu. " Neng, kalau ibu bisa, ibu sudah bantu eneng?" ucap ibu pada adikku disertai tangisan. Nafas adikku semakin tak karuan. Bibirnya kering. Mukanya pucat pasi. "Ibu bantu eneng membaca ayat kursi bu....?"pinta adik pada ibu. "Neng, baca lafad Allah aja yu....ayat kursi kepanjangan?" jelas ibu pada adik. Adik mengangguk. Ibu menuntunnya melafalkan lafadz Allah. Adikpun mengikutinya. LAfadz Allah masih terdengar di mulutnya meskipun samar. Hingga lafadz Allah pun kini tak terdengar lagi di mulutnya. Kini matanya tertutup. Ibu diam. Melihat adik yang berhenti melafalkan lafadz Allah. Ibu membangunkan adik berkali-kali, namun adik tetap diam dan bisu. Ibu menjerit...... menangis sejadi-jadinya. Akupun terbangun mendengar suara ibu. Dalam pelukan Ibu, adik sudah tak bernafas lagi. Air mata ku jatuh tak terasa. Badanku lemah semuanya sia-sia. Harapan dan keinginan itu seketika runtuh tak bersisa. Tulang-tulang ku seperti remuk "Adik.........senyummu begitu manis?" ucapku parau.

Semanis Gula

Di bawah terik matahari ini aku berjalan perlahan. Sambil memegangi perutku yang lapar. Di bahuku terpasang keranjang dari anyaman bambu. Sejak kecil aku tak mempunyai ibu dan bapak. Aku di besarkan oleh keluarga pemulung di pinggiran kota yang sangat kumuh. Pa Sariman. Ia menemukanku di samping tempat sampah ketika aku masih bayi. Tak banyak aku menanyakan hal itu pada Pa sariman. Karena berkatnya aku masih bisa hidup meskipun dengan pas-pasan. Pekerjaanku adalah sebagai pemulung. Mengambil apa saja yang bisa dijual. terkadang aku merasa sedih, ketika aku melihat teman sebayaku bersama ibu bapaknya, hidup mewah serta berkecukupan. Tapi aku berpikir, tak ada gunanya bersedih, karena itu tak kan merubah kehidupan ku sekarang. Aku sudah bisa menebak alasan ibu dan bapakku membuang ku. Perputaran zaman yang begitu keras. Terlepas dari itu semua, aku mempunyai cita-cita yang sangat mustahil. Tanpa bekal pendidikan dan biaya. Kadang aku tertawa sendiri. Merasa malu pada cita-citaku yang begitu tinggi. Aku menatap kosong. Di atas sana tak ada harapan yang bisa aku ambil. Aku melupakan cita-citaku, dan kembali menyusuri jalan mencari barang-barang yang masih bisa di jual. Perutku mulai keroncongan, maklum dari pagi aku belum menemukan nasi untuk aku makan. Aku berhenti di depan Warung tempat biasa aku membeli makan. Aku menaruh keranjangku. "Hmm......... masih kosong" gumamku sendirian. Keringatku menetes di sela-sela pelipis dan jatuh perlahan. Aku melihat warung tersebut. Di dalam sana ada Ayu anak pemilik warung tengah sibuk melayani pembeli. "Manis juga senyumnya....?" decakku kagum. Umurku tak begitu jauh dengan dia, hanya terpaut 2 tahun. Tentunya ia lebih muda dari aku. Aku 19 tahun dan ia 17 tahun. Jalanan begitu ramai. Orang-orang berlalu lalang di depanku, suara bising kendaraan yang sedang melintaspun tak kalah bisingnya. Begitu memekakan telinga. kembali ku lihat Ayu, ia sudah tak melayani pembeli lagi. Ia tengah duduk di depan melihat ke arahku. Aku menunduk. Aku malu sekali padanya. Aku segera bergegas. Memakai keranjangku kembali. Ia pun berdiri ketika aku hendak melangkah pergi. Ia segera masuk ke dalam sebentar, dan keluar membawa bungkusan hitam. Ia menghampiriku. "Ini buat kamu......." ucapnya sambil menyodorkan bungkusan itu pada aku. Aku tak berani menatapnya. Aku hanya tertunduk malu. "Ini apa yu....?" tanyaku padanya. Ayu tersenyum manis. "Ini makanan untuk kamu, aku tahu kamu pasti belum makan?" jawabnya baik padaku. "Tapi, kenapa kamu memberikanku makanan ini, padahal aku tak memintanya?" tanyaku kembali. "Sudah, ambil saja, ini adalah makanan buatan aku sendiri, sengaja aku buatkan untuk kamu?" jawabnya kembali membius aku. Aku masih tertunduk malu, "Aku ga bisa terimanya yu....?" tolak aku baik-baik. Dahinya mengkerut. "Kenapa,,,,,, apa kamu tak suka dengan mkanan ini?" tanya Ayu heran. "Aku tak mau menerimanya yu, aku tahu aku seorang pemulung tapi aku tak ingin makan dari belas kasihan orang lain?" jawabku menjelaskan. Ayu diam. Dan masih memegang bungkusan itu. "Makasih yah udah baik sama aku,,,,?" ucapku padanya yang masih diam. Aku pergi. selang beberapa langkah ia memanggil namaku. Spontan aku pun berhenti. Ia menghampiriku kembali. "Apa kamu tak mau menerima makanan ini, makanan yang sengaja aku buatkan untuk kamu?" tanya Ayu memelas. "Aku tak bermaksud itu yu, tapi aku malu sama diri aku sendiri, menerimanya berarti merendahkan derajat aku, meski aku pemulung tapi aku punya harga diri?" jelasku padanya. Ia tertawa mendengar ku tadi. Aku heran melihatnya. "Loh ko ketawa....?" tanyaku heran melihatnya. "Yah lucu ajah..... sama kamu, kamu kan ga ngemis kenapa harus malu, lagian aku ngasih makanan sama kamu bukan karena kasian sama kamu, karena aku pengen kamu bisa mencicipi makanan ku ini?" jelasnya masih tertawa. "Aku bangga sma kamu,aku bukan melihat kamu sebagai pemulung, tapi aku melihat kamu sebagai orang terdekat yang aku kenal?" . Aku tersenyum malu. Aku menggaruk kepalaku untuk menghilangkan rasa malu ku tadi. "Oh gtuh yah.... ya udah maafin aku yah..?" jawabku malu-malu. "Ya sudah gimana kalau kita makan berdua ajah, biar aku temenin deh.....?"saran Ayu kepadaku. Aku hanya tersenyum. "mmmm...... boleh kalau itu mau kamu..?". Aku memilih untuk makan di bawah pohon mahoni yang ada di dekat taman kota. "Yu.... apa kmu ga malu makan sama aku?" tanyaku pelan. "Kenapa malu.?" jawabnya singkat dan menengok aku sebentar. "Aku kan pemulung, sementara kamu anak yang punya warung besar itu, kamu juga anak kuliahan, terus nanti kalau teman-teman kamu tahu, kamu sama aku gimana?" tanyaku sedikit ragu-ragu. Ia diam. dan menghirup nafas panjang " Hmm........... aku ga masalah ko, bagiku temenan itu sama siapa sajah, yang penting teman itu juga baik sama kita. Mau pemulung ato apa aku ga masalah?" jawabnya sambil melihat mukaku. "Kamu ko liatin aku seperti itu sih yu, apa ada yang aneh yah sama muka aku?" tanyaku malu. Ayu menahan tawanya. "Tuh kan, ko malah mau ketawa sih?" aku kaya badut yah.......?" ayu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku tadi. dalam tawanya itu, aku merasa senang sekali. Baru kali ini aku bisa membuat perempuan tertawa. di depan aku. " Kamu manis juga yu.........?" ujarku di tengah tawanya. Seketika ayu berhenti tertawa. Dan melihat aku. "Apa kata kamu...?" tanya ayu memastikan. "Kamu ga denger yah........?" tanyaku padanya. "mm......... samar-samar sih, habisnya aku asik ketawa?" jawabnya sambil memandangi aku. "Oh.... kamu manis juga yu,,,,he..he... maaf yah kalau kata-kataku ga sopan sama kamu?" ia diam. Bibirnya tersenyum. Mukanya merah mendengar ucapanku tadi. "Loh aku salah yah yu,,,,,,,,,?" tanyaku takut marah. Ayu diam. "Aduh... maafin aku yah?" sambil ku pegang tangannya. Ia menatapku. Aku melepaskan tangannya. "Maaf yu aku ga sengaja pegang tangan kamu....?" ucapku merasa bersalah. "Baru kali ini ada laki-laki yang bilang aku manis......... berarti kaya gula donk......?" jawabnya disertai canda....... Aku tertawa. "Ha,,,ha,,, iyah kamu bener juga, kalau kamu gula berarti aku semutnya?" ucapku spontan. Upss..... lagi-lagi aku keceplosan. Ayu tersipu malu. "O yah Yu, aku boleh bilang sesuatu ga sama kamu?" pintaku padanya. Ayu menggangguk ."Tapi kamu ga akan marah kan?" tanyaku memastikan. Ayu kembali mengangguk. "iyah,,, mau bilang apa sih?" tanyanya penasaran. "Mungkin ga aku sebagai pemulung, mendapatkan perempuan cantik, sopan, baik hati, anak kuliahan lagi?" tanyaku padanya. Ayu tersenyum mendengarnya. "Ga ada yang ga mungkin di dunia ini, kala Tuhan YME berkehendak semuanya pasti terjadi?" jawabnya bijak. "Apa mungkin perempuan yang ada di depan aku ini, menjadi kekasih aku?" tanyaku hati-hati dan sedikit terbata. Angin berhembus lembut. "Mungkin aja kalau kamu mau menjadi kekasih untuknya?" jawabnya membuatku seperti di awang-awang. "Jadi kamu mau menjadi kekasih aku yu.....?" tanyaku berbunga-bunga. Ayu mengangguk. "kamu serius yu.....?" tanyaku kembali. " Iyah..... aku serius?" jawabnya disertai senyuman manis. Tapi aku berpikir kembali apa pantas aku bersamanya. "Kamu kenapa?" tanya ayu padaku. Aku menapnya lekat. "Aku seorang pemulung yu......?" jawabku pesimis, "aku ga pantas buat kamu......?" ucapku melanjutkan. Ayu diam. "Aku ga peduli, kamu pemulung ato apa, yang penting kita sama suka?" jawabnya dengan nada emosi. "Hm.......... tapi aku ga bisa yu...... perbedaan kita begitu jauh, aku tak mau membuat keluarga dan teman-teman kamu malu." jelas aku pada ayu."Tapi aku menerima kamu apa adanya......" jawabnya lembut. "Aku harus pergi yu sekarang. Maafkan aku yah...... teima kasih sudah buatin aku makanan yang enak ini, aku ga bakal lupain saat-saat seperti ini?"pamitku padanya. Ayu diam. D i sudut matanya menggenang air mata. Aku tak tega melihatnya. Aku bergegas pergi. Meninggalkan Ayu yang masih duduk di bawah pohon. Air mataku menetes tak terasa. Menyesali semua keputusanku ini. Namun aku pikir ini adalah keputusan yang benar. Aku tak mau dia menanggung malu hidup bersama aku. Tuhan inilah jalan hidupku, hidup dengan kemiskinan. Bahkan untuk mencintai pun begitu sulit. Aku berharap esok hari aku masih bisa melihat senyumnya yang manis, semanis gula itu, meski ku tak bisa memiliki.

Jumat, 16 Juli 2010

Blogger Indonesia dukung internet aman, sehat & manfaat

BEM FASILKOM UMB

Ia mengarahkan kedua telunjuknya pada tombol-tombol yang ada pada keyboard. Jarinya terus mencari huruf yang ia tuju. Mataku sejenak memperhatikan ia yang sedang belajar menggunakan komputer. Bibirku tersenyum... masih kecil ia sudah ingin belajar komuter "ucapku dalam hati". Maya Rohalia Utami, usianya baru 6 tahun. Dan sekarang duduk di bangku Sekolah Dasar kelas I. Ia memiliki motivasi yang tinggi untuk mempelajarinya. Tanpa aku ajarkan ia sudah bisa browsing di internet, mencari gambar-gambar kartun, dan terkadang sesekali mataku suka melihat ia sedang bermain game di internet. Hmmm.... anak ini memang punya keinginan untuk bisa menggunakan komputer. Setahu saya di usianya yang masih kecil itu, belum pernah saya melihat anak perempuan memiliki keinginan yang luar biasa untuk belajar komputer. Namun inilah faktanya, dunia sudah berubah. Informasi Tekhnologi kini sudah menjamur di era globalisasi ini. Dan akupun tak sungkan untuk mengajarkan ia pengetahuan dasar mengenai komputer. Ia banyak bertanya, dan aku merasa senang dengan itu. Karena aku pikir semakin banyak bertanya semakin banyak pula ilmu yang ia peroleh. Dalam waktu senggang saya pernah bertanya pada adikku itu, kenapa ia begitu antusias ingin bisa menggunakan komputer dan internet. Ia menatapku "Aku ingin seperti gambar ini?" jawabnya sambil menunjukkan poto yang ada dalam majalah yang ia baca. Aku tercengang dan kaget. Tahukah, gambar siapakah yang ia tunjuk? Ia menunjuk "Bill Gate". Orang terkaya di dunia, dan mempunyai perusahaan Microsof itu. Sungguh luar biasa, sebuah keinginan yang membuka pikiranku pada saat itu. Nah itulah sekilas singkat cerita aku dan adiku, Maya Rohaliya Utami, yang memulai mempelajari komputer dan internet di usianya yang sangat kecil Lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita harus kalah semangatnya oleh anak yang masih kecil itu? Karena ”Blogger Indonesia --HARUS-- dukung internet aman, sehat & manfaat

Dalam kehidupan kita sehari-hari, apapun itu, menonton Televisi, mendengarkan radio, Chating, browsing, memasak dan kegiatan sehari-hari lainnya, tak kan pernah luput dari peran Informasi Tekhnologi. Bahwasanya Informasi Tekhnologi yang sekarang perkembangannya sudah luar biasa dan mendominasi di seluruh belahan dunia kini sudah diperbaharui lagi, dan akan semakin berkembang ke depannya. Berbicara dunia IT tentunya kita tak asing lagi mendengar kata yang satu ini. Yaitu Internet. Internet ini merupakan sebuah kebutuhan yang mendasar bagi pengguna IT bahkan orang yang awam pun akan senantiasa membutuhkannya. Sekilas mengenai internet, pada dasarnya internet merupakan sebuah rangkaian yang terhubung dari beberapa rangkaian. Karena itu banyak orang yang menjadikan internet sebagai kebutuhan primernya disamping makan dan minum. Dengan fasilitas internet orang-orang akan lebih mudah mencari informasi yang ia butuhkan. Tak heran lagi, banyak anak-anak sekolah dan mahasiswa mengerjakan tugas-tugas sekolah dan kuliahnya menggunakan layanan internet. Dengan hanya menggunakan mesin pencari google atau mesin pencari lainnya, pengguna akan dihantarkan pada keyword yang ia inginkan. Tak hanya itu saja, kini dalam internet juga kita bisa bersekolah dan kuliah. Tanpa harus datang ke tempat tujuan, dan mendengarkan guru atau dosen menjelaskan materi yang akan di sampaikan. Namun dalam internet ini, kita akan dituntun secara online, mendapat pengarahan sebagaimana kita bersekolah dan kuliah dalam sebuah ruangan. Internet menjadikan dunia pendidikan di dunia ini semakin mudah. Dan di sekolah seperti di tingkat SMP, internet sudah dijadikan sebagai kurikulum dalam materi pembelajarannya. ”Blogger Indonesia --HARUS-- dukung internet aman, sehat & manfaat

Dalam internet juga banyak diadakan perlombaan yang ditujukan untuk pendidikan, tujuannya untuk meningkatkan kualitas para bloger. Seperti link dibawah ini:
Silahkan di klik


Bukan hanya itu saja, internet juga dalam dunia pendidikan dapat meningkatkan kecerdasan anak. Rata-rata materi yang di sampaikan di sekolah atau perkuliahan, bisa dikatakan sangat minim sekali, meskipun sudah di bantu dengan buku paket atau modul. Untuk itu, kini internet hadir membawa fasilitas yang sangat menakjubkan. Semua informasi yang dibutuhkan sudah ada dalam internet. Hanya saja, sejauh ini masih banyak orang yang malas menggunakan internet, meskipun internet hadir dalam layanan yang sangat mudah. Rasa malas itulah yang menghambat kesuksesan generasi muda saat ini. Mereka berfikir internet hanya sebatas untuk hiburan dan kesenangan saja. Sehingga pola pikir mereka terbentuk menjadi pola pikir yang dangkal. Dalam dunia marketing atau biasa di sebut pemasaran, internet di jadikan sebagai bahan untuk mempromosikan sekolah atau kampusnya kepada pengguna. Karena selain mudah, promosi tersebut gratis, namun hasilnya sangat fantastis. Banyak pemngguna internet yang tertarik melihat profile sekolah atau kampus yang di publikasikan menggunakan internet. Karena pada dasarnya internet digunakan untuk dunia pendidikan dan sarana informasi.
Blogger Indonesia --HARUS-- dukung internet aman, sehat & manfaat”



Dari serangkaian informasi tersebut, kita dapat mengetahui begitu pentingnya internet dalam dunia pendidikan saat ini. Tanpa harus repot-repot keluar rumah hanya untuk melihat nilai ujian atau tes lainnya, kini hanya dengan mengakses internet itu semua kita bisa lakukan dengan santai dan duduk manis di rumah. Perkembangan internet, memberikan pencerahan pada dunia pendidikan, sience dan ilmu pengetahuan lainnya. Apalagi, sekarang-karang ini, untuk menentukan arah kiblat dengan data yang akurat, kita bisa menggunakan internet. Sangat mudah dan efisien. Dalam dunia pendidikan juga, internet berperan penting dalam menyelesaikan tugas akhir mahasiswa yang akan membuat skripsi. Karena apa? Ketika dosen tak ada di kampus, dan berada di luar negeri mahasiswa tersebut tidak takut skripsinya tertunda, karena dosen pembimbing jauh dari kampus, dengan fasilitas internet khususnya email skripsi tersebut bisa dikirim menggunakan fasilitas tersebut. Dengan akses yang cepat dan comportable. Wah...... semakin menggiurkan saja perkembangan internet sekarang ini, terlepas dar itu semua, "Blogger Indonesia dukung internet aman, sehat & manfaat".

Tips
berinternet sehat dan aman untuk dunia pendidikan, diantaranya fokuskan pada obyek yang akan kita cari, jangan sampai ide-ide negatif yang muncul dalam pikiran kita mengalahkan tujuan kita yang awal. Kemudian, tanamkan dalam diri bahwasanya internet adalah sarana untuk pndidikan dan sumber informasi, gunakan waktu dengan sebaik mungkin untuk mengerjakan tugas dari sekolah atau kampus, sehingga pekerjaan yang dikerjakan cepat selesai dan teroganisir dengan baik. Gunakan sarana internet untuk mengasah ranah kognitif kita seperti bermain game yang mendukung untuk menstimulasi kerja otak, hilangkan pikiran-pikiran negatif untuk membuka situs-situs negatif dengan cara membentengi diri kita dengan keimanan sehingga terhindar dari pikirn tersebut.




Jadi, segala kemudahan dapat kita rasakan dengan menggunakan internet, terutama dalam dunia pendidikan ini. Dunia pendidikan yang harus mendapat perhatian lebih dari semua kalangan masyarakat di Indonesia, sudah seharusnya bangkit dan "Blogger Indonesia dukung internet aman, sehat & manfaat". Karena perkembangan dunia pendidikan ada pada pundak kita semua. Semua fasilitas yang ada mari kita gunakan dengan sebaik mungkin, karena pengalaman adalah guru yang paling berharga bagi kita.

Masih banyak kegunaan internet dalam dunia pendidikan, untuk itu carilah ilmu sebanyak mungkin. Selama hayat masih di kandung badan. Semoga pembaca semuanya mendapatkan informasi yang bermanfaat dan bisa di amalkan kepada orang-orang di sekitar kita.

"Blogger Indonesia dukung internet aman, sehat & manfaat".






Kamis, 23 April 2009

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil.
Hari demi
hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,
dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik,
tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis
di
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen
dari laci
ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku
berlutut di
depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang
itu?"
Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah
tidak
mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau
begitu, kalian
berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan
berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah
begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau
kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan
memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan
apa lagi yang akan kamulakukan di masa mendatang? ...
Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya
penuh
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata
setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis
meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata,
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup
keberanian
untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi
insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak
pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.
Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk
masuk ke
SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk
masuk ke
sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,
menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya
memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu
baik...hasil
yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa
gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai
keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan
berkata, "Ayah,
saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah
cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul
adikku
pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat
lemahnya?
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan
menyekolahkan
kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk
meminjam
uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
yang
membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan
sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan
ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan
ke
universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku
meninggalkan
rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang
sudah
mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan
secarik
kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah.
Saya
akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis
dengan
air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang
adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi
konstruksi, aku
akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku
masuk dan
memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun
menunggumu di luar sana!"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar,
dan
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor
tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak
bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab,
tersenyum,
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika
mereka tahu
saya adalah adikmu?
Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-
debu
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku
tidak
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu
adalah
adikku
bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-
kupu. Ia
memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga
harus
memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku
menarik
adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah
telah
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan
ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk
membersihkan
rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu
adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini.
Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela
baru
itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus,
seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada
lukanya
dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak,
tidak
sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu
berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku
bekerja dan..."

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku
memunggunginya,
dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal
bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,
sekali
meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku
tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan
menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku
mendapatkan
pekerjaan sebagai manajer pada departemen
pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras
memulai
bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah
kabel,
ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku
dan aku
pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
"Mengapa kamu menolak
menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu
yang
berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan
saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti
itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang
sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga
karena aku!" "Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam
tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani
dari
dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara
perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan
kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan
tidak
dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke
rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.

Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu
saja dan
berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu
gemetaran
karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang
sumpitnya.
Sejak hari itu,
saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku
dan baik
kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan
perhatiannya
kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku,
orang yang
paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan
dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan
ini, air mata bercucuran turun dari wajahku
seperti sungai.....

Catatan Kang Saepulloh Dari FB