Sudahkah Anda Tersenyum hari ini...????

Kamis, 23 April 2009

Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil.
Hari demi
hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,
dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik,
tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis
di
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen
dari laci
ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku
berlutut di
depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang
itu?"
Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah
tidak
mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau
begitu, kalian
berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan
berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah
begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau
kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan
memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan
apa lagi yang akan kamulakukan di masa mendatang? ...
Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya
penuh
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata
setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis
meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata,
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup
keberanian
untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi
insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak
pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.
Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk
masuk ke
SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk
masuk ke
sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,
menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya
memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu
baik...hasil
yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa
gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai
keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan
berkata, "Ayah,
saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah
cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul
adikku
pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat
lemahnya?
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan
menyekolahkan
kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk
meminjam
uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
yang
membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan
sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan
ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan
ke
universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku
meninggalkan
rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang
sudah
mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan
secarik
kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah.
Saya
akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis
dengan
air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang
adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi
konstruksi, aku
akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku
masuk dan
memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun
menunggumu di luar sana!"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar,
dan
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor
tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak
bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab,
tersenyum,
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika
mereka tahu
saya adalah adikmu?
Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-
debu
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku
tidak
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu
adalah
adikku
bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-
kupu. Ia
memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga
harus
memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku
menarik
adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah
telah
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan
ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk
membersihkan
rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu
adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini.
Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela
baru
itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus,
seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada
lukanya
dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak,
tidak
sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu
berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku
bekerja dan..."

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku
memunggunginya,
dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal
bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,
sekali
meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku
tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan
menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku
mendapatkan
pekerjaan sebagai manajer pada departemen
pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras
memulai
bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah
kabel,
ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku
dan aku
pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
"Mengapa kamu menolak
menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu
yang
berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan
saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti
itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang
sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga
karena aku!" "Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam
tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani
dari
dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara
perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan
kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan
tidak
dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke
rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.

Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu
saja dan
berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu
gemetaran
karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang
sumpitnya.
Sejak hari itu,
saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku
dan baik
kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan
perhatiannya
kepadaku.

Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku,
orang yang
paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan
dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan
ini, air mata bercucuran turun dari wajahku
seperti sungai.....

Catatan Kang Saepulloh Dari FB

Rabu, 22 April 2009

Lelaki Yang Gelisah

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya.Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya. Dada saya berdebar menyaksikannya.

Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya? Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal.

Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini,saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk. Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk. Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon.

Saya punya pikiran lain.

Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah? Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah.

Apa maksudnya?

Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya. Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul. Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah.

Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

++++++++++++++++++++++++++
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau duaminggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang. Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya.

Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan? Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu.

Isinya seperti ini:
“Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya. Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos.

Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu. Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat.

Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu. Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya? Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa.

Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi. Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan. Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet.

Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet. Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih. Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter.

Tapi Ibu, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”
Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja. Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini.

Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya. Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri.

Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan. Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir di mata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.”

Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.

Diambil dari facebook Saepul Anwaw

Senin, 20 April 2009

SESUNGGUHNYA MENGINGAT MATI ITU ADALAH BIJAK


"Tanda 100 hari menjelang meninggal"
Ini adalah tanda pertama dari Tuhan kepada hamba-Nya dan hanya akan
disadari
oleh mereka yang dikehendaki-Nya...... Walau bagaimanapun semua orang
akan
mendapat tanda ini, hanya saja ada yang menyadari ada pula yang
tidak.....
Tanda ini akan terjadi lazimnya selepas waktu Ashar, dimana seluruh
tubuh
yaitu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran
atau
seakan-akan menggigil, contohnya seperti daging sapi yang baru saja
disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti, kita akan mendapati
daging tersebut seakan-akan bergetar...... Tanda ini memberi rasa
nikmat dan
bagi mereka yang sadar dan jika hati kita tergelitik bahwa mungkin ini
adalah tanda ajal menjelang, maka getaran ini akan berhenti dan hilang
setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini. Bagi mereka yang tidak
diberi
kesadaran atau mereka yang hanyut dengan kenikmatan tanpa memikirkan
soal
kematian, tanda ini akan lenyap begitu saja tanpa ada manfaatnya ...
Bagi
yang sadar dengan kehadiran tanda ini, maka ini adalah peluang terbaik
untuk
memanfaatkan waktu yang tersisa untuk mempersiapkan diri dengan amal
ibadah
dan urusan yang akan dibawa atau ditinggalkan sesudah mati.

"Tanda 40 hari"
Tanda ini juga akan terjadi sesudah waktu Ashar, dimana bahagian pusar
kita
akan berdenyut-denyut. Pada saat itu daun yang bertuliskan nama kita
akan
gugur dari pohon yang letaknya di atas Singgasana Tuhan. Maka Malaikat
Maut
akan mengambil daun tersebut dan mulai melakukan persiapan atas diri
kita,
diantaranya adalah mengikuti kita sepanjang waktu ... Dapat saja
terjadi
Malaikat Maut ini memperlihatkan wujudnya yang asli secara sekilas.
Jika hal
ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan-akan
bingung
seketika... Malaikat maut ini hanya 1, tetapi kewenangan untuk mencabut
nyawa adalah sama dengan jumlah nyawa yang akan dicabutnya.........

"Tanda 7 hari"
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan
musibah sakit, dimana orang sakit yang tidak nafsu makan, secara
tiba-tiba
berselera untuk makan...

"Tanda 3 hari"
Pada saat ini akan terasa denyutan di bahagian tengah dahi kita yaitu
diantara dahi kanan dan kiri. Jika tanda ini dapat dirasakan maka
berpuasalah kita selepas terjadinya hal itu supaya perut kita tidak
mengandung banyak najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan
memandikan jenazah kita nanti.... Saat itu juga bagian hitam mata kita
tidak
akan bersinar lagi, dan bagi orang yang sakit, hidungnya akan
perlahan-lahan
jatuh dan ini dapat diperiksa jika kita melihatnya dari bahagian
sisi...
Telinganya akan layu dimana bagian ujungnya akan beransur-ansur masuk
ke
dalam... Telapak kakinya yang terlunjur akan perlahan-lahan jatuh ke
depan
dan sukar ditegakan...

"Tanda 1 hari"
Akan terjadi sesudah Ashar dimana kita akan merasakan satu denyutan di
bagian belakang kepala, yaitu di sekitar ubun-ubun dimana hal ini
menandakan
kita tidak akan sempat untuk menemui waktu Ashar keesokan harinya....

"Tanda akhir"
Akan terjadi keadaan dimana kita akan merasakan sejuk di bahagian pusar
dan
rasa itu akan turun kepinggang dan seterusnya akan naik ke bahagian
tenggorokan... Pada saat ini hendaklah kita terus berdo'a dan berdiam
diri
dan menantikan kedatangan Malaikat Maut untuk menjemput kita kembali
kepada
Tuhan yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan kita
pula...


Wallhualam....

Minggu, 12 April 2009


Bogor 12 Juli 2007

Tak terasa kelulusan tiba,detik-detik yang menebarkan kini menguasai hati kami semua.Huh.....tegangnya.Tak ada seorangpun yang luput dari rasa cemas.Yah....Itu terlihat dari sorot mata dan wajah mereka yang pucat .Dan hal itupun terjadi padaku.Bagaimana tidak,kelulusan SMA ini sangat menentukan masa depan kami.Beribu harapan telah terukir dan kami rangkai bersama.Namun ketegangan itu kembali membuncah di dalam dada kami,ketika wali kelas kami datang dengan membawa setumpuk amplop yang berisi hasil kelulusan.Namun kucoba ku kendalikan diriku.Mencoba tuk dapat berusaha tenang dalam kondisi itu.
"Assalamualikum anak-anak?"Sapa wali kelas kami pada semua,dengan tampang wibawa dan tegas.Kamipun serentak menjawab salam itu.Ditengah ucapan salam itu ada rasa yang terselip.Rasa yang mungkin tak kan pernah kembali lagi.Ucapan yang akan terekam kuat dalam memoriku.Ucapan yang tak kan pernah datang dan kembali lagi.Ucapan salam yang begitu khas dan menjadi budaya di tiap sekolah.Dan aku pikir semuanya pun merasakan hal demikian.
"Baik anak-anak semua,Pada hari ini sebagaimana kita ketahui bersama yaitu saat-saat terakhir kalian di sekolah tercinta ini.Dan Bapak harapkan setelah kelulusan ini anak-anakku tidak melakukan hal-hal yang membuat nama sekolah ini tercoreng.Di mata masyarakat ,Sekolah kita memiliki banyak prestasi dan hal itupun sudah kita ketahui bersama."jelas wali kelas sambil mengingatkan.Hyufs.....ku hirup nafas panjang,terasa sesak dada ini.Namun kulihat teman sebangkuku nampak biasa saja.Tak ada ketegangan sedikitpun dari paras wajahnya.Hm.....memang seperti itu temanku yang satu ini.Terkadang aneh dan sulit ditebak jalan pikirannya.Tapi lupakanlah,yang terpenting hari ini kululus dengan nilai ku yang memuaskan.
"Di meja Bapak sudah ada amplop yang berisi kelulusan.Namun sayang sekali atas perintah Kepala Sekolah amplop-amplop ini tak usah dibagikan.Dan pihak sekolah sudah menyiapkan papan yang berisi daftar anak-anak yang lulus dan tidak lulus diluar.Jadi,Bapak tidak akan mengumumkan kelulusan di ruangan ini,tapi kalianlah yang akan mengetahui sendiri.Namun Bapak hanya berpesan pada kalian semua,untuk tidak melakukan keributan saat di luar nanti."papar wali kelasku pada semua.Hm.....tak sabar rasanya diriku ini,untuk segera melihat hasil kelulusan itu.Senyum terpancar pada bibir semua.Namun itu bukan senyum bahagia,senyum karena keadaan yang memaksanya.Perasaan bercampur baur,antara sedih dan dan senang.
1 jam berlalu.Setelah wali kelas memberikan wejangan kepada Kami semua."Baiklah anak-anak,mungkin bapak tidak akan berlama-lama di ruangan ini,karena ada orang tua siswa yang sedang menunggu di kantor.Pengumuman kelulusan akan dipasang jam 10 pagi.Untuk kelas IPA di mading dekat ruang guru,dan untuk kelas IPS dan bahasa pengumuman kelulusan di mading dekat Labolaturium komputer.Bapak ucapkan terima kasih pada kalian semua,semoga mimpi kalian selama ini dapat terwujud."wali kelasku beranjak dan pergi keluar.Ruangan kelas seketika terdengar bergemuruh.Meredam kesunyian yang sempat membius kelas ini.Mey teman sekelasku memukul pundakku."Hey....ko ngelamun sih"ucapnya mengagetkan ku."Duh H Mey kebiasaan deh.....ngagetin mulu???"tegurku padanya.Mey tertawa kecil."Ya deh....sorry...abisya kamu ku liatin muka kamu kusut banget?kenapa nih...???"tanyanya perhatian.Aku tersenyum manis."ya iya lah Mey,sekarang kan kelulusan jadi aku ntar ga bisa ketemu kamu lagi deh....???"gurau ku padanya."ye....bisa aja kamu"sambil mencubit lenganku."aw....sakit Mey....."spontan ku kesakitan."Itu buat orang yang suka ngibul"jawabnya dengan tegas.Mey duduk di depanku.Aku tersenyum."kayanya ada yang mau ke Australi nih nanti?"sindirku bergurau.Mey diam.Ia membetulkan posisi duduknya."yah......Bulan depan aku harus ikut kaka ke sana?"jawab Mei tak bersemangat."wah enak dong Mei,ke Australi sama Kakak jadi ada yang ngejagain kamu di sana?"ucapku meyakinkannya."sebenarnya aku ga mau kuliah di Australi Don,aku ingin kuliah di Indonesia supaya aku ga jauh sama........?"Ujar Mei tak melanjutkan."sama orang tua kamu?"celetukku menebak.Yah aku sangat tahu kalau anak perempuan tak akan kuat kalau jauh-jauh dengan orang tuanya.Apalagi Mei anak bungsu dari orang yang berada."ga usah sedih kaya gitu Mei,orang tua kamu pasti nengokin kamu di sana?"dengan nada meyakinkan."tapi Don bukan orang tuaku,tapi aku ga mau jauh sama kamu,karena diam-diam aku mencintai kamu?"lirihnya dalam hati.Aku tersenyum.Aku menatapnya lekat."ya udah demi orang tua kamu Mei,ikutilah keinginannya?"saran ku pada Mei.

Kamis, 02 April 2009

Sujud Bikin Cerdas


Salat adalah amalan ibadah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia.
Gerakan-gerakannya sudah sangat melekat dengan gestur (gerakan khas tubuh)
seorang muslim. Namun, pernahkah terpikirkan manfaat masing-masing gerakan?
Sudut pandang ilmiah menjadikan salat gudang obat bagi berbagai jenis penyakit!

Saat seorang hamba telah cukup syarat untuk mendirikan salat, sejak itulah ia
mulai menelisik makna dan manfaatnya. Sebab salat diturunkan untuk
menyempurnakan fasilitasNya bagi kehidupan manusia. Setelah sekian tahun
menjalankan salat, sampai di mana pemahaman kita mengenainya?


TAKBIRATUL IHRAM

Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya
di depan perut atau dada bagian bawah.

Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan
otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke
seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran
darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan
perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan
persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.


RUKUK

Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila
diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala
lurus dengan tulang belakang.

Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang
(corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung
sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan
yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah.
Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.


I'TIDAL

Postur:Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan
setinggi telinga.

Manfaat:Ftidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak
berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ
organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara
bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.


SUJUD

Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi
pada lantai.

Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung
di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak.
Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud
dengan tuma'ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di
otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik
rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan
organ kewanitaan.


DUDUK

Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk
(tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.

Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan
syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang
sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik
bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin
pria (prostata) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. dengan benar, postur
irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iffirosy dan tawarruk
menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali.
Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. kelenturan dan kekuatan
organ-organ gerak kita.


SALAM

Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.

Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di
kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.


BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri
wanita luar?dalam.


PACU KECERDASAN

Gerakan sujud dalam salat tergolong unik. Falsafahnya adalah manusia menundukkan
diri serendah?rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut
pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut
pandang psikologis) yang didalami Prof Sholeh, gerakan ini mengantar manusia
pada derajat setinggi?tingginya. Mengapa?

Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih
untuk menerima banyak pasokan darah. Pada saat sujud, posisi jantung berada di
atas kepala yamg memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Itu artinya, otak
mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata
lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan.

Risetnya telah mendapat pengakuan dari Harvard Universitry, AS.Bahkan seorang
dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan masuk Islam setelah
diam?diam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud.

serba-Serbi

Siang sebentar lagi berlalu.Dan terik mentari begitu menyilaukan.
Ku nyalakan monitor komputerku.Setelah seharian kuliah rasanya melelahkan.Apalagi tadi di kampus begitu menyebalkan.Nilai UTS Kimia ku Remedial lagi.Padahal kan cuma kurang koma ja.Huh........!!!Tapi ga apa2 lah yang penting aku sudah berada di rumah.Setidaknya otakku refresh kembali.Kubuka mydocumen,disana ada folder foto yang sudah lama tak kubuka.
Sahabat-sahabatku......
duh kangen ni.....
kapan yah bisa ketemuan.....
Foto-foto SMA yang menyimpan banyak kenangan.
Semuanya terangkum dalam folder ini.Dan aku sadar sudah hampir satu tahun aku tak berkomunikasi dengan mereka semua.Abdul,chachan,Nyoe,Ayi,aden,duh.....dmn kalian semua.Iponk....temen ku yang gokiel abizzz,dan terkadang suka lola.Dmn lu sekarang,denger2 u kul d BSI ya.....????Mau jadi Hecker Bkn???He......3X.Mumi......yang sok cooll...padahal ga......semunya masih ku inget man.masih jaim ga ya???

****

Huh........tak terasa sudah sampai ke poto ke 200.Dan ini adalah poto terakhir yang ada dalam komputerku.Siapakah ini???Oh....yah.....teman-temanku waktu di QR.Masih inget ga ya kalian....????.Teman-teman CARAKA ku yang kompak,makasih atas suport or dukungannya.I never forget them.N maaf saja pada semua karena perpisahan kemarin aku belum sempat mengucapkan permohonan maaF.Tanpa kalian hidupku tak berarti.Karena hidup ini kan lebih indah dengan sahabat.It's Amazing n sometime to be happiness...thanks all,My friend who always in my life,especially 5 SERANGKAi tenang ja ku kan buatkan cerpen buat kalian.Karena sampai detik ini kita masih bersama.Hanya itu yang bisa ku bingkiskan untuk kalian.Selebihnya Cukuplah Allah.....yang membalasnya.Oh..yah Pak profesor sekaligus ustad dalam tokoh 5 serangakai,syukron sudah banyak membantu.BTW rambutnya masih kaya dulu ga yah...???He.....Imal,Ilham,terakhir Ariel bajakan.sayang kita tak bisa kaya dulu lagi.Hm........banyak sekali yang belum sempat kuceritakan.Tapi ga apa2 lah yang penting masih inget.N tunggu ya ntar ku buatin Cerpen bwt Sahabat2 semua.Klau novel ga deh....pusing buatnya.Tapi Insya Allah kalau da waktu nanti ku buatin.


Makasih yah semuanya.Yang sudah berkunjung ke blog ini.Ok.....
Tak kan hilang semua kenangan yang indah itu
Dan akan menjadi sejarah perjalanan hidup ku.





Rabu, 01 April 2009

Sahabat

Sahabat ketika semuanya telah menjadi abu
DanApi kini tak lagi menyala

Apakah semangat kita masih berkobar...

Sahabat...
Ketika alam tak lagi indah....

Hanya ada puing-puing dan bongkahan batu

Apakah kita masih sanggup bertahan........


sahabat
ketika pagi tak lagi datang
hanya kegelapan yang mengiringi...
Apakah kita masih bisa berjalan....
Sahabat ketika angin tak lagi berhembus.......
Dan kapal nelayan tak lagi berlayar....
Apakah kita masih bisa bersabar...
Sahabat ketika semunya itu terjadi....

Mampukah kita untuk tetap tegar
seperti karang yang ada di lautan....

Dan sahabat......
Apakah semuanya mampu kita lalui ini semua bersama
Melintasi kerikil hinaan,lemparan cacian......
Mengarungi samudra kesedihan...

Dan Sahabat
Apakah
Semuanya kan lebih baik......???

Syla...

Bogor,1 Maret 2009

Terik matahari membakar bumi ini yang gersang.Sementara mataku begitu silau ketika aku memilih untuk pergi keluar rumah.Sinar matahari langsung menusuk retina mataku dan itu membuatku tak bisa membuka mataku.Terpaksa ku harus memincingkan mataku ketika aku berjalan.
"Mau kemana Den?ko tumben siang-siang gini keluar?"tanya bu Minah salah satu tetangga dekatku."Mau ke rumah syla Bu?kebetulan saya sedang ada perlu dengannya?"jawabku dengan ramah.Semua tetangga ku terbilang cukup baik.bahkan dari sisi kerjasama sangat kompak.Hal itu terlihat dari Perayaan Maulid Nabi kemarin,semua wrga tumpah ruah di mesjid At-Taqwa dan sekaligus mengkoordinir dana ameng.Dana pungutan dari hasil keliling ke rumah warga.Dan aku begitu kerasan tinggal di kampung ini.
Rumah Syla memang cukup jauh,butuh waktu 10 menit untuk sampai di rumahnya.Tapi kupikir tak apalah asal aku bisa bertemu dengannya.Di sekolah syla dianggap siswa yang pandai.Nilai ilangannya selalu tertinggi di kelas.Apalagi saat ada diskusi kelompok, dia sangat cepat tanggap dalam menghadapi serangan pertanyaan yang dilemparkan pada kelompoknya.dan semua jawaban-jawabannya tepat sasaran.Akupun sempat tertegun melihat kepiawaian dia dalam bicara.Seperti pengacara yang sedang membela kliennya.
Sebentar lagi aku sampai di rumahnya.tinggal melewati 1 gang sempit dan sebidang lahan kosong yang tak terawat.Konon lahan itu bekas pemakaman yang digali dan rencananya akan di buat rumah mewah seharga 2M.
Kuketuk pintu rumahnya dan kuucapkan salam.Namun tak ada jawaban di dalam sana.Kuulangi sekali lagi.dan hasilnya tetap sama.Langsung ku cek pintu belakang rumahnya.
"lho.....ko terbuka"ucapku sendirian.Aku langsung masuk karena aku merasa khawatir dengan Syla."jangan-jangan syla da apa-apa lagi"ucapku penasaran.
Kuperiksa ruangan tengah tempat syla menonton TV.Tak ada siapa-siapa disana.Hanya ada buku-buku yang berantakan.
Kutinggalkan rumahnya.Kebetulan ada Pak jaja tetangga dekat Syla.Kuhampiri Ia yang tengah sibuk memberi pakan ternak bebeknya.
"Assalamualaikum Pak jaja...."ucapku padanya.Nampak tangan dan kakinya kotor sekali.Aku berpikir apa aku salaman dengan pak jaja.Tapi ah......lupakan saja itu.
"Pak tadi Saya ke rumah Syla tapi Sylanya ko ga ada yah pak?"Tanyaku sungkan.
"Oh....iya den,tadi bapak lihat sih Syla sama Ibunya pergi naik mobil"jawabnya sambil membersihkan tangannya memggunakan lap yang ada di pundaknya.
"Kira-kira kemana ya Pak,Syla dan Ibunya pergi?"tanyaku lagi.
"Waduh den kalau kemana perginya sih Bapak kurang tau,coba tanya saja sama Bu Yem,mungkin dia tahu".
Aku hanya mengangguk."Makasih ya pak,maaf ni saya sudah ganggu?"dengan rasa tak enak.
"ga apa-apa den".jawabnya disertai senyuman ramah.
"Ya udah yah Pak,terima kasih...."
"Assalamualikum..."
Tanpa pikir panjang kulangsung menuju rumah Bu Yem.Mungkin saja ia tahu kemana syla dan Ibunya pergi.
Rumahnya nampak sepi.karena ia dalah seorang janda tua yang tk memiliki anak.Suaminya telah lama meninggal.Kulihat rumahnya nampak kecil sekali.bahkan dindingya pun terbuat dari bilik bambu.Dan kulihat pula nampak jendelanya di halangi dengan kardus.Seketika hatiku terenyuh melihatnya.walaupun rumahku juga tak bagus tapi aku begitu sedih ketika aku melihat pemandangan itu.Dan kalau dijelaskan begitu tragis.
Kuucapkan salam di depan rumahnya.Aku tak berani untuk mengetuk pintu rumahnya,karena aku khawatir pintu rumahnya itu ambruk karena sangat sudah lapuk sekali.
"waalikum salam......tunggu sebentar...?jawabnya dengan suara parau.
Aku sangat senang sekali,ketika salamku ada yang menjawab.Aku tak sabar untuk bertanya mengenai syla.
Perlahan pintu terbuka.Dan akhirnya terbuka lebar.
"Maaf.....Bu saya udah ganggu waktu Ibu?"ujarku merasa bersalah.
"Oh...Aden silahkan masuk,ada keperluan apa aden datang kemari?"jawabnya ramah.
"Ga usah Bu ga lama ko?lagian enakan diluar adem....?"timpalku dengan ramah pula.
Aku duduk di sofa terbuat dari bambu yang ada di deapan rumahnya.
"sebentar ya Ibu ambilin air minum dulu....."bu yem beranjak.
"Ga usah Bu Yem,ga usah repot-repot....."ucapku menghalangi.
"Ya sudah......"Bu yem kembali duduk.
"Sebenarnya kedatangan Saya kesini untuk menanyakan Syla......?"tanyaku malu.
"Tadi saya sudah kerumahnya tapi ga ada siapa-siapa disana Bu?kata Pak Jaja Syala dan Ibunya pergi Naik mobil....???"ucapku melanjutkan.
Bu Yem nampak diam.Ia seolah menyimpan rahasi yang tak ku ketahui.
"Bu Yem....ga knp2 kan?"tanyaku khawatir.
"Ibu ga knp2 ko Den,Ibu hanya kasihan saja sama nak Syla.baru saja di ditinggal bapaknya,dan sekarang kakak tertuanya yang biasanya menanggung hidup keluarganya sekarang kini meninggal dunia.Dan sekarang ia harus menggantikan tugas kakanya itu sebagai tulang punggung keluarga?"jelasnya sambil menitikan air mata.
Aku tak bisa berkata apa-apa.Aku sedih sekali mendengar itu semua.Tak seharusnya nasib itu dipikul olehnya.
"trs Bu dimana syla dan Ibunya sekarang?"tanyaku penasaran dan tak tega.
"Ibu juga ga tau Nak Den mereka pergi kemana,kata Ibunya Syla hari Minggu ini ia akan kembali ke kampung ini?
Hatiku seperti luluh lantah.Tulang-tulangku seperti rapuh.Aku lemas...


Dan Aku tak tau harus mencari mereka kemana.
"Syla.......seperti inikah jalan hidupmu?kamu harus menanggung semua biaya sekolah adik-adikmu?sementara kamu masih sekolah....?

"Ya Rabb bantulah Syla dan keluarganya dalam menjalani kehidupan ini.Jangan biarkan ia mengalami kesedihan.Jadikan ia mukmin yang kuat Ya Allah.....berikan Ia kekuatan dalam menempuh hidup yang fana ini"


seketika semuanya gelap.....

Hidup adalah tantangan

Asshadu.....

Tiba-tiba lafadz itu meluncur begitu saja dari mulutku yang penuh hina.Entah kenapa aku merasakan hal yang aneh dalam hatiku.Lafadz itu menenangkanku disaat hatiku sedang gundah gulana.Dan pikiranku sedang dirundung kebingungan.Yah.....itulah faktanya.Sebuah karunia besar telah Allah turunkan untuk hamba-Nya yang tengah mengalami kesedihan.

Begitulah Allah SWT,Penguasa semesta alam yang penuh dengan rahmat.Namun terkadang aku sering lupa akan pertolongan Allah SWT.Disaat ku sulit aku tak tahu harus mengadu pada siapa.Hmm.....begitulah aku.Mencoba berusaha tersenyum disaat keadaan yang sulit.

Tak bisa dipaksakan memang,dalam situasi sulit kita dituntut untuk selalu tersenyum,mencoba menerima keadaan yang tak kita inginkan.Namun itulah tantangan.Karena life is challange and adventure.Hidup tanpa cobaan akan terasa hambar.seperti sayur kurang asam.Seseorang tidak akan merasakan manisnya madu kalau dia tidak pernah mersakan pahitnya empedu.Dan begitu juga dengan hidup.Segala dinamika kehidupan ada di dunia ini.Ada pahit,manis dan berbagai warna lainnya.

Yang terpenting dalam hidup kita adalah bagaimana kita keluar dari masalah yang kita hadapi ini.

Asshadu.........