Sudahkah Anda Tersenyum hari ini...????

Selasa, 07 September 2010

Adik, senyummu begitu manis.

Nafas itu terkadang tersengal, kembang kempis seperti nafasnya orang yang sudah ujur. Dalam balutan baju piyama yang ku belikan, ia tertidur pulas menapaki setiap mimpi-mimpi yang terangkai. Aku tak tega melihat kondisinya itu, kekurangan menjadikan ia tak bisa bermain seperti anak yang lain. Setiap kali ia mencoba bermain dengan anak-anak yang lain, ia selalu merasa lelah, dan kulitnya nampak biru. Nafasnya tak beraturan. Dan terkadang pingsan. Yah begitulah kondisinya sangat lemah sekali. Penyakit yang ia derita membatasi aktivitasnya. Dan, ia pun sering sakit-sakitan, dan harus rajin chek-up ke dokter spesialis jantung. Hmmm......... nasibnya tak seberuntung teman-temannya.

-------------------

Dua tahun berlalu,usianya kini genap 10 tahun. Dan ia sudah sekolah di bangku SD kelas 4. Ia begitu bersemangat sekolah. Pagi sekali ia sudah bangun. Aku senang melihat itu semua, tanpa harus aku bangunkan ia sudah tahu bahwa hari itu adalah jadwal ia sekolah. Jarak antara sekolah dan rumah tak begitu jauh. Namun aku khawatir, apabila ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, kondisinya semakin parah. Akhirnya setiap pagi ia selalu diantar Bapak menggunakan angkotnya. Ia begitu senang sekali. setiap pagi, ia selalu mengajak teman-temannya untuk ikut bersamanya. Dan bapakpun tak keberatan dengan hal itu.

Di sekolah ia terbilang anak yang pintar, hal itu bisa dilihat dari nilai-nilainya sehari-hari. dan otaknya pun mudah sekali menangkap materi yang disampaikan di kelas. Namun, dari pelajaran Olah raga ia tak bisa mengikutinya secara keseluruhan, mengingat kondisi fisik dan keadaannya.

-------------------

Tak banyak yang aku lalkukan, ia kini terbaring sakit. Badannya panas. Dan ia tak mau makan. Badannya semakin kurus. Aku tak tega melihatnya terbaring lemah. Ia pun tak banyak berkata apa-apa. Hanya diam merasakan penyakit itu menggerogoti badannya. Mukanya pucat, dan kulit-kulitnya kering. Dadaku berteriak geram...... mencoba meluapkan kekesalan yang sudah lama ku pendam. Ia masih diam, dalam sakitnya ia tak pernah mengeluh. Aku sangat tak tega melihatnya. Suaranya pun kini tak seperti dulu lagi, Kini terbata dan kadang tak jelas. Air mata ini tak kuasa ditahan lagi, idan menetes jatuh di depannya. Ia tersenyum, dalam senyumnya ada rasa getir pahit yang kurasakan. "Ya Allah.... begitu sabar anak ini, berilah kesembuhan pada dirinya Ya Allah.........?" doaku dalam hati. Dengan tangan halusnya ia mengusap air mataku. Aku semakin sedih. Hatiku seperti hancur saat itu.

-------------------

Sudah sebulan ia sakit, namun belum ada perkembangan dari sakitnya. aku hanya pasrah dengan keadaan ini. Setiap ku ajak ke Rumah sakit ia selalu menolak. Alasannya sederhana dan sangat menyayat hati. "Ga usah A, Neng ga bakal sakit lagi ko, nanti juga sembuh. Coba aa liat tangan neng, kecil kan, kalau neng di infus masukin jarumnya dimana?" jawabnya ketika saat itu. Aku menunduk, Kali ini bukan mataku saja yang mengeluarkan air mata, tapi hati ini juga menangis, merasakan rasa sakit yang ia derita. Nafasku terasa sesak. Aku tak kuasa berbuat apa-apa lagi. Suatu pagi kulihat badannya menggigil. Suhu badannya naik. Dan aku putuskan besoknya ku bawa ke Rumah Sakit, meski ia menolaknya. Badannya sekarang semakin kurus. Dan lagi-lagi aku tak tega melihatnya. Ku panggil kakaku, untuk menemaninya, jujur aku tak bisa menahan sakit dalam dada ini. Kini ia sedang makan bersama kakaku. Namun hanya 3 suap saja makanan itu masuk ke dalam perutnya. Aku sedih melihatnya.

------------------

Pagi berlalu, kini sang malam kian merambah. Adikku masih terbaring lemah. Keringat dingin keluar dari pori-pori badannya. Aku sedikit lega, karena baru kali ini ia mengeluarkan keringat. Aku pikir sebentar lagi ia sembuh. Alhamdulillah Ya Allah....... Akhirnya sembuh juga. Adikku yang ditemani ibuku kini sedang mengobrol. Adikku kini sedikit terhibur oleh canda ibu dan nenekku. Kini senyumnya nampak mengambang di bibir mungilnya. saat itu aku senang sekali, belum pernah aku melihat senyum yang semanis itu.

Malam semakin larut, inilah saat yang sangat membuat aku lemah tak berdaya. Dini hari pukul 3 pagi, adikku terbangun dari tidurnya, ia bermimpi buruk dan menceritakan mimpinya itu kepada ibuku. "Ibu, bolehkan neng memeluk ibu?" pinta adik pada ibu yang sedang manatapnya. Ibu tersenyum. "Boleh sekali neng, sini ibu peluk?" jawab ibu lembut. "Tapi badan neng bau bu, ibu ga apa-apa?" tanyanya kembali. Ibu tersenyum kembali, "Eneng anak ibu, mau bau apa enggak ibu ga peduli?" jawab ibu pada adik. Kemudian adikku memeluk ibu. Dan ibu pun mendekapnya penuh kasih sayang. Dalam pelukan ibu, adik merasakan kehangatan. Selang beberapa menit adiikku melepaskan pelukannya. "Ibu kenapa kaki neng rasanya sakit sekali yah Bu.....?" tanya adik merasakan kesakitan. Ibu hanya menatap adik sedih. Air mata ibu jatuh membasahi kening adikku. "Ibu tolong bantu eneng bu, kaki eneng sakit sekai?" pintanya kembali pada ibu. " Neng, kalau ibu bisa, ibu sudah bantu eneng?" ucap ibu pada adikku disertai tangisan. Nafas adikku semakin tak karuan. Bibirnya kering. Mukanya pucat pasi. "Ibu bantu eneng membaca ayat kursi bu....?"pinta adik pada ibu. "Neng, baca lafad Allah aja yu....ayat kursi kepanjangan?" jelas ibu pada adik. Adik mengangguk. Ibu menuntunnya melafalkan lafadz Allah. Adikpun mengikutinya. LAfadz Allah masih terdengar di mulutnya meskipun samar. Hingga lafadz Allah pun kini tak terdengar lagi di mulutnya. Kini matanya tertutup. Ibu diam. Melihat adik yang berhenti melafalkan lafadz Allah. Ibu membangunkan adik berkali-kali, namun adik tetap diam dan bisu. Ibu menjerit...... menangis sejadi-jadinya. Akupun terbangun mendengar suara ibu. Dalam pelukan Ibu, adik sudah tak bernafas lagi. Air mata ku jatuh tak terasa. Badanku lemah semuanya sia-sia. Harapan dan keinginan itu seketika runtuh tak bersisa. Tulang-tulang ku seperti remuk "Adik.........senyummu begitu manis?" ucapku parau.

Tidak ada komentar: