Sudahkah Anda Tersenyum hari ini...????

Selasa, 07 September 2010

Semanis Gula

Di bawah terik matahari ini aku berjalan perlahan. Sambil memegangi perutku yang lapar. Di bahuku terpasang keranjang dari anyaman bambu. Sejak kecil aku tak mempunyai ibu dan bapak. Aku di besarkan oleh keluarga pemulung di pinggiran kota yang sangat kumuh. Pa Sariman. Ia menemukanku di samping tempat sampah ketika aku masih bayi. Tak banyak aku menanyakan hal itu pada Pa sariman. Karena berkatnya aku masih bisa hidup meskipun dengan pas-pasan. Pekerjaanku adalah sebagai pemulung. Mengambil apa saja yang bisa dijual. terkadang aku merasa sedih, ketika aku melihat teman sebayaku bersama ibu bapaknya, hidup mewah serta berkecukupan. Tapi aku berpikir, tak ada gunanya bersedih, karena itu tak kan merubah kehidupan ku sekarang. Aku sudah bisa menebak alasan ibu dan bapakku membuang ku. Perputaran zaman yang begitu keras. Terlepas dari itu semua, aku mempunyai cita-cita yang sangat mustahil. Tanpa bekal pendidikan dan biaya. Kadang aku tertawa sendiri. Merasa malu pada cita-citaku yang begitu tinggi. Aku menatap kosong. Di atas sana tak ada harapan yang bisa aku ambil. Aku melupakan cita-citaku, dan kembali menyusuri jalan mencari barang-barang yang masih bisa di jual. Perutku mulai keroncongan, maklum dari pagi aku belum menemukan nasi untuk aku makan. Aku berhenti di depan Warung tempat biasa aku membeli makan. Aku menaruh keranjangku. "Hmm......... masih kosong" gumamku sendirian. Keringatku menetes di sela-sela pelipis dan jatuh perlahan. Aku melihat warung tersebut. Di dalam sana ada Ayu anak pemilik warung tengah sibuk melayani pembeli. "Manis juga senyumnya....?" decakku kagum. Umurku tak begitu jauh dengan dia, hanya terpaut 2 tahun. Tentunya ia lebih muda dari aku. Aku 19 tahun dan ia 17 tahun. Jalanan begitu ramai. Orang-orang berlalu lalang di depanku, suara bising kendaraan yang sedang melintaspun tak kalah bisingnya. Begitu memekakan telinga. kembali ku lihat Ayu, ia sudah tak melayani pembeli lagi. Ia tengah duduk di depan melihat ke arahku. Aku menunduk. Aku malu sekali padanya. Aku segera bergegas. Memakai keranjangku kembali. Ia pun berdiri ketika aku hendak melangkah pergi. Ia segera masuk ke dalam sebentar, dan keluar membawa bungkusan hitam. Ia menghampiriku. "Ini buat kamu......." ucapnya sambil menyodorkan bungkusan itu pada aku. Aku tak berani menatapnya. Aku hanya tertunduk malu. "Ini apa yu....?" tanyaku padanya. Ayu tersenyum manis. "Ini makanan untuk kamu, aku tahu kamu pasti belum makan?" jawabnya baik padaku. "Tapi, kenapa kamu memberikanku makanan ini, padahal aku tak memintanya?" tanyaku kembali. "Sudah, ambil saja, ini adalah makanan buatan aku sendiri, sengaja aku buatkan untuk kamu?" jawabnya kembali membius aku. Aku masih tertunduk malu, "Aku ga bisa terimanya yu....?" tolak aku baik-baik. Dahinya mengkerut. "Kenapa,,,,,, apa kamu tak suka dengan mkanan ini?" tanya Ayu heran. "Aku tak mau menerimanya yu, aku tahu aku seorang pemulung tapi aku tak ingin makan dari belas kasihan orang lain?" jawabku menjelaskan. Ayu diam. Dan masih memegang bungkusan itu. "Makasih yah udah baik sama aku,,,,?" ucapku padanya yang masih diam. Aku pergi. selang beberapa langkah ia memanggil namaku. Spontan aku pun berhenti. Ia menghampiriku kembali. "Apa kamu tak mau menerima makanan ini, makanan yang sengaja aku buatkan untuk kamu?" tanya Ayu memelas. "Aku tak bermaksud itu yu, tapi aku malu sama diri aku sendiri, menerimanya berarti merendahkan derajat aku, meski aku pemulung tapi aku punya harga diri?" jelasku padanya. Ia tertawa mendengar ku tadi. Aku heran melihatnya. "Loh ko ketawa....?" tanyaku heran melihatnya. "Yah lucu ajah..... sama kamu, kamu kan ga ngemis kenapa harus malu, lagian aku ngasih makanan sama kamu bukan karena kasian sama kamu, karena aku pengen kamu bisa mencicipi makanan ku ini?" jelasnya masih tertawa. "Aku bangga sma kamu,aku bukan melihat kamu sebagai pemulung, tapi aku melihat kamu sebagai orang terdekat yang aku kenal?" . Aku tersenyum malu. Aku menggaruk kepalaku untuk menghilangkan rasa malu ku tadi. "Oh gtuh yah.... ya udah maafin aku yah..?" jawabku malu-malu. "Ya sudah gimana kalau kita makan berdua ajah, biar aku temenin deh.....?"saran Ayu kepadaku. Aku hanya tersenyum. "mmmm...... boleh kalau itu mau kamu..?". Aku memilih untuk makan di bawah pohon mahoni yang ada di dekat taman kota. "Yu.... apa kmu ga malu makan sama aku?" tanyaku pelan. "Kenapa malu.?" jawabnya singkat dan menengok aku sebentar. "Aku kan pemulung, sementara kamu anak yang punya warung besar itu, kamu juga anak kuliahan, terus nanti kalau teman-teman kamu tahu, kamu sama aku gimana?" tanyaku sedikit ragu-ragu. Ia diam. dan menghirup nafas panjang " Hmm........... aku ga masalah ko, bagiku temenan itu sama siapa sajah, yang penting teman itu juga baik sama kita. Mau pemulung ato apa aku ga masalah?" jawabnya sambil melihat mukaku. "Kamu ko liatin aku seperti itu sih yu, apa ada yang aneh yah sama muka aku?" tanyaku malu. Ayu menahan tawanya. "Tuh kan, ko malah mau ketawa sih?" aku kaya badut yah.......?" ayu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku tadi. dalam tawanya itu, aku merasa senang sekali. Baru kali ini aku bisa membuat perempuan tertawa. di depan aku. " Kamu manis juga yu.........?" ujarku di tengah tawanya. Seketika ayu berhenti tertawa. Dan melihat aku. "Apa kata kamu...?" tanya ayu memastikan. "Kamu ga denger yah........?" tanyaku padanya. "mm......... samar-samar sih, habisnya aku asik ketawa?" jawabnya sambil memandangi aku. "Oh.... kamu manis juga yu,,,,he..he... maaf yah kalau kata-kataku ga sopan sama kamu?" ia diam. Bibirnya tersenyum. Mukanya merah mendengar ucapanku tadi. "Loh aku salah yah yu,,,,,,,,,?" tanyaku takut marah. Ayu diam. "Aduh... maafin aku yah?" sambil ku pegang tangannya. Ia menatapku. Aku melepaskan tangannya. "Maaf yu aku ga sengaja pegang tangan kamu....?" ucapku merasa bersalah. "Baru kali ini ada laki-laki yang bilang aku manis......... berarti kaya gula donk......?" jawabnya disertai canda....... Aku tertawa. "Ha,,,ha,,, iyah kamu bener juga, kalau kamu gula berarti aku semutnya?" ucapku spontan. Upss..... lagi-lagi aku keceplosan. Ayu tersipu malu. "O yah Yu, aku boleh bilang sesuatu ga sama kamu?" pintaku padanya. Ayu menggangguk ."Tapi kamu ga akan marah kan?" tanyaku memastikan. Ayu kembali mengangguk. "iyah,,, mau bilang apa sih?" tanyanya penasaran. "Mungkin ga aku sebagai pemulung, mendapatkan perempuan cantik, sopan, baik hati, anak kuliahan lagi?" tanyaku padanya. Ayu tersenyum mendengarnya. "Ga ada yang ga mungkin di dunia ini, kala Tuhan YME berkehendak semuanya pasti terjadi?" jawabnya bijak. "Apa mungkin perempuan yang ada di depan aku ini, menjadi kekasih aku?" tanyaku hati-hati dan sedikit terbata. Angin berhembus lembut. "Mungkin aja kalau kamu mau menjadi kekasih untuknya?" jawabnya membuatku seperti di awang-awang. "Jadi kamu mau menjadi kekasih aku yu.....?" tanyaku berbunga-bunga. Ayu mengangguk. "kamu serius yu.....?" tanyaku kembali. " Iyah..... aku serius?" jawabnya disertai senyuman manis. Tapi aku berpikir kembali apa pantas aku bersamanya. "Kamu kenapa?" tanya ayu padaku. Aku menapnya lekat. "Aku seorang pemulung yu......?" jawabku pesimis, "aku ga pantas buat kamu......?" ucapku melanjutkan. Ayu diam. "Aku ga peduli, kamu pemulung ato apa, yang penting kita sama suka?" jawabnya dengan nada emosi. "Hm.......... tapi aku ga bisa yu...... perbedaan kita begitu jauh, aku tak mau membuat keluarga dan teman-teman kamu malu." jelas aku pada ayu."Tapi aku menerima kamu apa adanya......" jawabnya lembut. "Aku harus pergi yu sekarang. Maafkan aku yah...... teima kasih sudah buatin aku makanan yang enak ini, aku ga bakal lupain saat-saat seperti ini?"pamitku padanya. Ayu diam. D i sudut matanya menggenang air mata. Aku tak tega melihatnya. Aku bergegas pergi. Meninggalkan Ayu yang masih duduk di bawah pohon. Air mataku menetes tak terasa. Menyesali semua keputusanku ini. Namun aku pikir ini adalah keputusan yang benar. Aku tak mau dia menanggung malu hidup bersama aku. Tuhan inilah jalan hidupku, hidup dengan kemiskinan. Bahkan untuk mencintai pun begitu sulit. Aku berharap esok hari aku masih bisa melihat senyumnya yang manis, semanis gula itu, meski ku tak bisa memiliki.

Tidak ada komentar: